MASA PEMERINTAHAN REPUBLIK BATAAF (1795-1811)

Pemerintahan Republik Bataaf

Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yang  menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan  Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite  (persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi  Perancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan.  Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancis  menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai  Perancis.
Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yang  dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf  adalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte. Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris  ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah  yang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para  penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris  bukan kepada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak  cepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada  tahun 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggris  juga memperkuat armadanya untuk melakukan blokade terhadap Batavia.  dari Perancis, maka kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur  pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh oleh Perancis.
 Kebijakan  yang utama bagi Perancis waktu itu adalah memerangi Inggris. Oleh karena  itu, untuk mempertahankan Kepulauan Nusantara dari serangan Inggris  diperlukan pemimpin yang kuat. Ditunjuklah seorang muda dari kaum patriot  untuk memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Ia dikenal sebagai tokoh muda yang revolusioner.

A. Pemerintahan Herman Williem Daendels (1808-1811)
gambar 1.1 Herman willem daendels
Gambar 1.1 Herman Willem Daendels

H.W. Daendels sebagai Gubernur Jenderal  memerintah di Nusantara pada tahun  1808-1811. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai Inggris. Sebagai pemimpin yang ditunjuk oleh  Pemerintahan Republik Bataaf, Daendels harus memperkuat pertahanan dan juga memperbaiki  administrasi pemerintahan, serta kehidupan  sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah  Jawa. Daendels adalah kaum patriot dan liberal dari  Belanda yang sangat dipengaruhi oleh ajaran  Revolusi Perancis. Di dalam berbagai pidatonya,  Daendels tidak lupa mengutip semboyan Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan di lingkungan  masyarakat Hindia. Oleh karena itu, ia ingin memberantas praktik-praktik  feodalisme. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik Bataaf). Langkah ini juga untuk  mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus membatasi hak-hak  para bupati yang terkait dengan penguasaan atas tanah dan penggunaan tenaga rakyat. Dalam rangka mengemban tugas sebagai gubernur jenderal dan memenuhi  pesan dari pemerintah induk, Daendels melakukan beberapa langkah
strategis, terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi.

a.Bidang pertahanan dan keamanan

Memenuhi tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah:
1.  Membangun benteng-benteng pertahanan baru
2.  Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon.  Namun pembangunan  pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak  berhasil.
3.  Meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil orang-orang pribumi  karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tidak membawa pasukan. Oleh karena itu, Daendels segera menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang .
4.  Membangun jalan raya dari Anyer (Jawa Barat, sekarang Provinsi  Banten) sampai Panarukan (ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur) sepanjang kurang lebih 1.100 km. Jalan ini sering dinamakan Jalan Daendels.
Gambar 1.2 Garis berwarna merah menunjukkan jalur jalan raya Anyer – Panarukan.

Pelaksanaan program pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan  tersebut telah merubah citra Daendels. Pada awalnya Daendels dikenal  sebagai tokoh muda yang demokratis yang dijiwai panji-panji Revolusi Perancis  dengan semboyannya:  liberte, egalite  dan fraternite. Ia berubah menjadi  diktator. Daendels juga mengerahkan rakyat untuk kerja rodi.
 Dengan kerja  rodi itu maka rakyat yang sudah jatuh miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, karena lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan tidak sedikit yang meninggal.  Lakukan telaah secara kritis tentang perubahan citra diri Daendels tersebut.
Secara faktual tunjukkan bukti-bukti bahwa Daendels kemudian berubah menjadi seorang diktator. Bagaimana pula reaksi masyarakat dengan kekejaman  Daendels. Bidang pemerintahan Daendels juga melakukan berbagai perubahan di bidang pemerintahan.  Ia banyak melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan  adat istiadat di dalam kerajaan-kerajaan di Jawa.
 Kalau sebelumnya pejabat  VOC datang berkunjung ke istana Kasunanan Surakarta ataupun Kasultanan  Yogyakarta ada tata cara tertentu, misalnya harus memberi hormat kepada raja, tidak boleh memakai payung emas, kemudian membuka topi dan harus duduk di kursi yang lebih rendah dari dampar (kursi singgasana raja), Daendels  tidak mau menjalani seremoni yang seperti itu. Ia harus pakai payung emas, duduk di kursi sama tinggi dengan raja, dan tidak perlu membuka topi.
Sunan Pakubuwana IV dari Kasunanan Surakarta terpaksa menerima, tetapi Sultan Hamengkubuwana II menolaknya (Baca Ricklefs, 2005). Penolakan Hamengkubuwana II terhadap kebijakan Daendels menyebabkan terjadinya perseteruan antara kedua belah pihak. Untuk memperkuat kedudukannya di Jawa, Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun Mangkunegara” dengan kekuatan 1.150 orang prajurit. Pasukan ini siap sewaktu-waktu untuk membantu pasukan Daendels apabila  terjadi perang. Dengan kekuatan yang ia miliki, Daendels semakin congkak dan berani.

 Daendels mulai melakukan intervensi terhadap pemerintahan kerajaan-kerajaan lokal, misalnya saat terjadi pergantian raja. Melihat bentuk intervensi dan kesewenang-wenengan Daendels, Raden Rangga terdorong untuk melancarkan perlawanan terhadap kekuatan olonial. Raden Rangga adalah kepala pemerintahan  mancanegara  di bawah Kasultanan Yogyakarta. Oleh karena itu, Sultan Hamengkubuwana
II mendukung adanya perlawanan yang dilancarkan Raden Rangga. Namun perlawanan Raden Rangga ini segera dapat ditumpas dan Raden Rangga sendiri terbunuh.
Setelah berhasil mematahkan perlawanan Raden Rangga, Daendels kemudian memberikan ultimatum kepada Sultan Hamengkubuwana II agar menyetujui pengangkatan kembali Danureja II sebagai patih dan Sultan harus menanggung kerugian perang akibat perlawanan Raden Rangga. Sultan Hamengkubuwana II menolak ultimatum itu. Akibatnya, pada Desember 1810 Daendels menuju Yogyakarta dengan membawa 3.200 orang serdadu.
 Dengan kekuatan ini Daendels berhasil memaksa Hamengkubuwana II untuk turun tahta dan menyerahkan kekuasaannya kepada puteranya sebagai Sultan Hamengkubuwana III. Hamengkubuwana III ini sering disebut Sultan Raja dan Hamengkubuwana II yang masih diizinkan tinggal di lingkungan istana sering disebut Sultan Sepuh.
Di samping hal-hal di atas, Daendels juga melakukan beberapa tindakan yang dapat memperkuat kedudukannya di Nusantara. Beberapa tindakan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.  Membatasi secara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara.
2.  Membagi Pulau Jawa menjadi sembilan daerah  prefectuur/prefektur (wilayah yang memiliki otoritas).       Masing-masing prefektur dikepalai oleh seorang prefek. Setiap prefek langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal. Di dalam struktur pemerintahan kolonial, setiap prefek membawahi para bupati.
3.  Kedudukan bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintah (kolonial) yang digaji. Sekalipun demikian para bupati masih memiliki hak-hak feodal tertentu.
4.  Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial.

b.Bidang peradilan

Untuk memperlancar jalannya pemerintahan dan mengatur ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, Daendels juga melakukan perbaikan di bidang peradilan. Daendels berusaha memberantas berbagai penyelewengan dengan mengeluarkan berbagai peraturan.
1.  Daendels membentuk tiga jenis peradilan: (1) peradilan untuk orang Eropa, (2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing, dan (3) peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk di setiap prefektur, misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang.
2.  Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan terhadap siapa saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing.

c.Bidang sosial ekonomi

Daendels juga diberi tugas untuk memperbaiki keadaan di Tanah Hindia, sembari mengumpulkan dana untuk biaya perang. Oleh karena itu, Daendels melakukan berbagai tindakan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan dan tindakan Daendels itu misalnya:
1.  Daendels memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta yang intinya melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial, misalnya daerah Cirebon,
2.  Meningkatkan usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak,
3.  Meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia,
4.  Rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya,
5.  Melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta.

B.  Pemerintahan Janssen (1811)
Gambar 1.3 Jan Willem Janssen

Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem Janssen. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris.
Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811. Janssen mencoba memperbaiki keadaan yang telah ditinggalkan Daendels.Namun harus diingat bahwa beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa. Raffles segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang.
Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles telah muncul di perairan sekitar Batavia. Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta serta Surakarta.
 Namun pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur Janssen beserta pasukannya. Janssen kemudian mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811.
    Isi Perjanjian Tuntang:
  • Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta (India)
  • Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris
  • Orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
  • Hutang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris.



4 comments:

hari ke 49 bersama mamah dan aa

Yogyakarta,3 Oktober 2106 Assalamualaikum Wr.Wb selamat sore   kawan.... Hai kawan bertemu lagi dengan saya iyus yusnadi at...